Dengan dua azas utama “rekognisi” dan “subdidiaritas” UU Desa mempunyai semangat revolusioner, berbeda dengan azas “desentralisasi” dan “residualitas”. Dengan mendasarkan pada azas desentralisasi dan residualitas desa hanya menjadi bagian dari daerah, sebab desentralisasi hanya berhenti di kabupaten/kota. Disamping itu, desa hanya menerima pelimpahan sebagian kewenangan dari kabupaten/kota. Sehingga desa hanya menerima sisasisa lebihan daerah, baik sisa kewenangan maupun sisa keuangan dalam bentuk Alokasi Dana Desa.
Kombinasi antara azas rekognisi dan subsidiaritas UU Desa
menghasilkan definisi desa yang berbeda dengan definisi-definisi sebelumnya.
Desa didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
Dengan definisi dan makna itu, UU Desa telah menempatkan
desa sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat berpemerintahan
(self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government).
Dengan begitu, sistem pemerintahan di desa berbentuk pemerintahan masyarakat
atau pemerintahan berbasis masyarakat dengan segala kewenangannya (authority).
Desa juga tidak lagi identik dengan pemerintah desa dan kepala desa, melainkan
pemerintahan desa yang sekaligus pemerintahan masyarakat yang membentuk
kesatuan entitas hukum. Artinya, masyarakat juga mempunyai kewenangan dalam
mengatur desa sebagaimana pemerintahan desa.
Kewenangan merupakan elemen penting sebagai hak yang
dimiliki oleh sebuah desa untuk dapat mengatur rumah tangganya sendiri. Dari
pemahaman ini jelas bahwa dalam membahas kewenangan tidak hanya sematamata
memperhatikan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa namun harus juga
memperhatikan subjek yang menjalankan dan yang menerima kekuasaan. Kewenangan
harus memperhatikan apakah kewenangan itu bisa diterima oleh subjek yang
menjalankan atau tidak.
Dalam pengelompokannya, kewenangan yang dimiliki desa
meliputi : kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintahan desa, kewenangan
dibidang pelaksanaan pembangunan desa, kewenangan dibidang pembinaan
kemasyarakatan desa, dan kewenangan dibidang pemberdayaan masyarakat desa yang
berdasarkan prakarsa masyarakat, atau yang berdasarkan hak asal usul dan yang
berdasarkan adat istiadat desa.
Dalam Pasal 19 dan 103 UU Desa disebutkan, Desa dan Desa
Adat mempunyai empat kewenangan, meliputi :
[a] kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda
dengan perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan
yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa.
[b] kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai
kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan
perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/ kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
[c] kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
[d] kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari empat kewenangan tersebut, pada dua kewenangan
pertama yaitu kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, terdapat
beberapa prinsip penting yang dimiliki desa. Dimana kewenangan yang dimiliki
oleh desa tersebut bukan-lah kewenangan sisa (residu) yang dilimpahkan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana pernah diatur dalam UU No. 32 Tahun. 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun. 2005 tentang Pemerintahan
Desa. Melainkan, sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas. Dan kedua
jenis kewenangan tersebut diakui dan ditetapkan langsung oleh undangundang dan
dijabarkan oleh peraturan pemerintah.
Kewenangan berdasarkan hak asal usul merupakan kewenangan
warisan yang masih hidup dan atas prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa
sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Sedangkan kewenangan lokal
berskala Desa merupakan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa. Kedua kewenangan ini merupakan harapan menjadikan desa
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Dengan kedua kewenangan ini Desa mempunyai hak “mengatur”
dan “mengurus”, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 UU Desa, Desa maupun Desa
Adat mempunyai kewenangan mengeluarkan dan menjalankan aturan main (peraturan),
tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga mengikat kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, dan menjalankan aturan tersebut. Atau bertanggungjawab
merencanakan, menganggarkan dan menjalankan kegiatan pembangunan atau
pelayanan, serta menyelesaikan masalah yang muncul.
Reference: M. Silahuddin, 2015, "KEWENANGAN DESA DAN REGULASI DESA".
0 komentar :
Posting Komentar